Suatu hari di rumah Tina.
Mika dan Tina asik menonton film favoritnya. Sudah lama mereka tidak bertemu
dan menonton bareng. Sudah lama juga mereka tidak saling bercerita. Semenjak
Tina sibuk dengan anak-anak didiknya, mereka sudah jarang bertemu kecuali
berkomunikasi melalui ponselnya. Apalagi Wiwit yang sudah mempunyai anak dan
rumahnya pun cukup jauh, sehingga perlu banyak waktu untuk pergi berkunjung.
“aduh filmnya bikin sedih”
ujar Tina terdengar isak tangisnya
“emang,, makanya aku bawa
ke sini juga,,hhe” jawab Mika
“bener ya bikin tisuku
habis aja”
“ah lebay banget lw, oya
kangen Wiwit. Lagi apa ya dia? Sms aku kemarin belum dia balas”
“sibuk kali, seminggu yang
lalu dia sms, eh pas aku balas dia malah ngelelep, baru tiga hari kemudian dia
ngebalas”
“kalo minggu kemarin ke
aku juga sms sih tapi aku lupa balas,,he”
“uh dasar,, oya gimana
hubunganmu sama kang tae jon mu?hihi”
“haha enak aja lw kang tae
jon, film kali… hhe… ya gitu deh biasa aja”
“ya nggak asik ah kalian”
“maksud lo? Emang harus
gimana gitu?”
“kamu masih ngarepin dia
kan?”
“hmzz… nggak tau” ujar
Mika sambil mengutak-ngatik hp nya. Tina pun mengecilkan volume laptopnya dan
menghampiri Mika.
“kamu kenapa sih jadi
gitu? Ada masalah lagi? Cerita donk dan kayanya udah lama ya aku nggak denger
cerita kamu”
Mika hanya tersenyum.
Keadaan menjadi hening. Tina menatap Mika dengan tajam.
“yey apaan sih serius
amat?” Tanya Mika sambil memberikan boneka yang dari tadi dipegangnya.
“hahaha… habisnya kamu
dari tadi ditanya malah kaya gitu”
“Na, kayanya aku harus
lupain Erik tapi gimana caranya ya?”
“hah, kenapa ko ngomong
gitu?” Tanya Tina sedikit kaget.
“nggak tau deh, aku
sendiri bingung. Sekarang aku Cuma pengen amnesia aja. Salah nggak sih kalo aku
sayang dia?”
“heran deh tiba-tiba kamu
nanya kaya gitu, ya nggak ada yang salah donk, hati maa siapa yang tau kan? Ah
kamu maa aneh-aneh aja, bukannya kamu sendiri yang selalu bilang kalo hati
nggak pernah bohong jadi kenapa sekarang harus disalahin, kalaupun salah… tau
deh jadi bingung gw”
“sebenarnya aku sakit hati
ma Erik, dia bilang kalo aku nggak ngerti. Maksudnya nggak ngerti kenapa bisa
suka ma dia?”
“hah, Erik bilang gitu?”
“emang sih aku juga setuju
ma dia, kenapa aku suka dia, kenapa harus dia?? Pas Erik bilang gitu,
sebenarnya aku pengen banget bilang kalo aku juga nggak ngerti sama hati
sendiri jadi dia jangan seenaknya bilang kaya gitu. Tapi tau lah..”
“kenapa kamu nggak bilang
semua aja? Kadang aku juga berpikir kenapa kamu suka sama Erik? apa yang kamu
suka dari dia? Selama ini kamu dekat ama
beberapa cowo, mereka semuanya baik dan mereka ternyata suka ma kamu, tapi kamu
tolak. Sekarang kamu malah suka Erik dan malah dia cowo yang bisa bikin kamu
benar-benar lupain Tara. Tapi aku nggak bisa marah-marah dan nyalahin kamu
karena itu semua karena hati”
Mika hanya cengengesan
sambil kembali mengutak-atik Hp. Mukanya sedikit memerah, air matanya seakan berebut
ingin keluar, namun Mika mencoba untuk menahannya.
“sekarang kenapa kamu
menyerah, ayo kejar dia?!” tambah Tina
“kamu? Emang aku cewe
apakah? Nggak lah masa aku yang harus deketin dia? Lagian aku nggak mau
gara-gara ini, Erik jadi benci dan nggak mau bersahabat lagi”
“ya elah, Erik bukan cowo
seperti itu. Dan maksud aku tuh bukan kamu yang duluan tapi aku pengen kamu
jangan menyerah gitu aja”
“hmmmzzz,, tau ah Na, aku
udah bilang ke dia kalo aku udah nggak suka lagi ma dia dan aku pengen bantu
dia dapetin cewe yang dia suka”
“apa? Nggak salah? Kamu
tuh benar-benar ya, kenapa harus bohongin dia, bohongin kamu, dan membiarkan
hati kamu terluka? Nggak ngerti deh gw”
Air mata yang dari tadi
berebut ingin keluar, akhirnya keluar juga. Mika pun sedikit berteriak.
“maaf bukan maksudnya
bikin kamu sakit hati, tapi….”
Belum selesai Tina bicara,
Mika pun memotongnya..
“iya Na, nyantai aja aku
nggak apa-apa ko. Aku memang nggak bisa bohong sama perasaan sendiri, tapi
kadang aku takut dan aku emang berniat untuk nggak pacaran lagi, ternyata
pacaran tuh kaya gitu ya? Aku nggak mau sampai terulang lagi. Kamu ngerti kan?”
“terus kalo suatu saat
Erik juga suka kamu gimana?”
“wah nggak akan mungkin
lah” jelas Mika sambil mengerutkan keningnya.
“eh gw kan bilang,
seandainya dia suka”
“hmzz,, ntahlah tapi
rasanya nggak akan mungkin. Lagian mana mau dia sama aku. Mantannya aja cakep”
“mmm,, mulai deh
membandingkan”
“hhe.. oya Na aku udah
lama nggak ziarah ke makam alm. Nisa. Kalo kamu ada waktu, anter aku ya”
“o iya ya insya allah, aku
juga kan belum pernah ke makamnya.”
“eh, kamu kemana aja?hhe.”
Mereka pun mulai menonton film lagi sampai tak terasa
waktu sudah semakin sore. Akhirnya Mika pun pamit pulang.
***
“Ka, maaf ya aku nggak
bias nganter kamu” ujar Tina dalam telponnya
“o.. ya udah nggak
apa-apa”
“sekali lagi maaf ya, oya
kenapa nggak ajak Juli atau Zahra aja?”
“ok deh aku coba ajak
mereka, ya udah ya aku mau hubungi mereka dulu”
Mika pun menutup telponnya.
Dia langsung menghubungi Juli dan Zahra. Namun, sayang mereka pun tidak bisa
mengantarnya.
Akhirnya
Mika pun memberanikan diri meminta antar pada Erik. Ketika pertama kali dia mengetikan
sms untuk mengajak Erik, hati Mika terasa deg-degan karena baru kali ini dia
meminta tolong Erik untuk mengantarnya pergi ke suatu tempat. Ada keraguan
dalam hatinya bahwa Erik akan menolaknya. Tapi dia mencoba mengirimkan smsnya.
Setelah
sms itu terkirim, hati Mika semakin deg-degan menunggu balasan. Sudah hampir
sepuluh menit, Erik pun belum membalasnya. Akhirnya Mika pun pasrah karena
mungkin Erik lagi sibuk atau tidak memiliki pulsa untuk membalasnya. Mika pun
langsung menyimpan hp nya dan kembali meneruskan hobinya mencurat-coret di laptop.
Hp Mika
berdering, ternyata balasan sms dari Erik. Perlahan dengan hati deg-degan, Mika
pun membaca pesan smsnya.
“nggak tau eum, soalnya
besok tuh aku ada janji mau ke rumah teman, emang kamu mau diantar kemana?” isi
balasan Erik
Setelah membacanya, Mika
sedikit sedih namun dia tidak mungkin memaksa Erik. Mika pun membalas smsnya.
“o gitu ya, ya udah kalo
kamu memang nggak bisa nggak apa-apa kok J. Tadinya aku pengen dianter ke suatu tempat, aku lagi kangen
seseorang” jawab Mika
“o.,, ya udah kalo gitu
besok aku hubungi kamu lagi ya” jawab Erik
“ok deh J”
Malam semakin larut. Mika
merasa gelisah menunggu hari esok. Menunggu kabar Erik. Dalam hatinya
bertanya-tanya, kabar apa yang bakal dia dapat dari Erik. Namun, akhirnya Mika
pun tertidur.
***
Pagi-pagi sekali Mika
sudah bangun, namun belum ada kabar dari Erik. Dia pun memutuskan untuk pergi
sendiri. Tapi ketika Mika mau pergi, Erik pun menghubunginya. Erik memberi tahu
bahwa dia mau mengantar Mika. Mika pun senang dan langsung bergegas ke kosan
Erik.
Sesampainya di kosan Erik,
nampak Erik sedang asik mengobrol dengan teman-temannya. Setelah melihat Mika,
Erik pun bersiap-siap, sementara Mika menghampiri teman-teman Erik sambil
menunggu Erik.
Beberapa menit kemudian,
Mika dan Erik berangkat menuju tempat yang mau Mika kunjungi. Sebuah makam tempat
istirahat terakhir sahabatnya Nisa yang telah pergi meninggalkannya.
Sesampainya di pemakaman,
Mika langsung mencari makam sahabatnya itu. Keadaan makam sangat berbeda jadi
dia merasa kesulitan mencarinya. Erik yang dari tadi mengikuti di belakangnya nampak
ikut mencari.
Akhirnya, makam sahabatnya
pun ketemu. Mika langsung berjongkok di samping makam dan mulai mendoakan
sahabatnya. Begitu pun dengan Erik, dia berdiri di samping Mika.
Setelah selesai, Mika dan
Erik pun pulang. Hati Mika merasa senang karena bisa mengunjungi makam
sahabatnya. Kerinduannya pun sedikit terobati.
“gimana kamu sudah pesan?”
Tanya Erik
Mika pun terbengong karena
nggak ngerti maksud pertanyaan Erik.
“maksudnya pesan apa?”
tanya Mika penasaran
“pesan makam,hhe” jawab
Erik
“o.. dasar kirain pesan
apa. Nanti aja pesannya..hhe”
Mereka pun bercanda, dan
tidak terasa mereka sampai di suatu tempat yang ramai karena saat itu sedang
ada pasar mingguan. Mika pun meminta Erik untuk menurunkannya di tempat itu
karena ada sesuatu yang harus Mika beli. Sementara Erik pamit pulang karena
harus pergi ke rumah temannya. Namun, setelah Mika mengetahui bahwa Erik mau ke
rumah temannya, dia pun merasa nggak enak karena dia telah mengganggu waktu
Erik. Ingin rasanya Mika meminta maaf namun tidak sempat karena Erik langsung
pergi.